BAB
VI
PENGENDALIAN
MIKROORGANISME
Salah
satu cara untuk mencegah kerusakan pada bahan pangan adalah proses pengawetan.
Proses ini meliputi pengawetan konvensional (meliputi pengasinan, pengeringan dan pengasapan) dan
pengawetan secara modern. Berikut akan dipaparkan mengenai metode-metode
pengawetan pada bahan pangan
1. Penanganan
aseptik
Tujuan
penanganan aseptik terhadap mikroba pada bahan makanan adalah mengurangi
terjadinya kerusakan makanan, memudahkan dalam hal pengawetan pangan dan
memperkecil adanya mikroba patogen. Pada bahan terdapat barier alami terhadap
mikroba pencemar yaitu kulit telur, kulit buah dan sayuran, kulit jagung, kulit
dan lemak pada daging. Proses pengemasan, pengalengan makanan yang telah diolah
dan pelaksanaan metode yang memenuhi syarat kebersihan dalam menangani bahan
pangan merupakan contoh penanganan aseptik
2. Penghilangan
mikroorganisme
Penggunaan
filter bakteriologik steril dapat digunakan untuk menjernihkan zat alir serta
menghilangkan mikroba. Metode ini umumnya digunakan pada bir, makanan berlemak,
sari buah anggur dan bir
3. Penggunaan
suhu tinggi
Penggunaan
suhu tinggi merupakan salah satu metode pengawetan yang paling aman dan dapat
diandalkan. Panas digunakan secara luas untuk menghilangkan mikroba yang terdapat
dalam kaleng, botol atau wadah lain.
a.
Pengalengan
Pengalengan merupakan
metode dasar sterilisasi bahan pangan. Bahan yang umum dipakai adalah timah
b.
Uap bertekanan
Penggunaan uap
bertekanan misalnya pada “pressure cooker” menghasilkan suhu di atas 1000C.
Ini merupakan metode yang paling efektif, karena dapat mematikan semua sel
vegetatif dan spora. Pengawetan pangan menggunakan panas membutuhkan
pengetahuan tentang banyak hal hal seperti resistensi mikroba dan spora
terhadap panas. Juga perlu dipertimbangkan laju penembusan panas ke dalam bahan
makanan yang mempunyai konsistensi yang berbeda beda dan ukuran wadah tempat
bahan pangan itu dikemas. Mikroba patogen yang sangat berbahaya yang harus
dihilangkan pada prose pengalengan adalah Clostridium
botulinum
c.
Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan
proses pemanasan partikel susu atau produk olahan susu sampai pada suhu 62,80C
dan dipertahankan selama kurang lebih 30 menit atau sampai pada suhu 71.70C
dan dipertahankan selama 15 detik. Dua metode yang sering digunakan adalah
metode suhu rendah (low temperature
holding) dan metode suhu tinggi waktu singkat (high temperature short time atau HTST). Metode suhu rendah
merupakan pasteurisasi tong dimana susu dipanaskan sampai pada suhu 62,80C
dan dipertahankan selama kurang lebih 30 menit didalam peralatan yang dirancang
khusus. Metode HTST menggunakan pemanasan pada suhu 71.70C dan
dipertahankan selama 15 detik. Produk yang telah diproses harus disimpan pada
suhu rendah untuk mencegah kontaminasi mikroba. Contoh bahan pangan yang dapat
dipasteurisasi adalah sari buah, cuka dan bir
d. Sterilisasi
susu
Untuk menghasilkan
produk susu yang steril dan mampu bertahan lama makan susu dipanaskan pada suhu
ultratinggi dalam waktu yang sangat singkat, seperti suhu 148,90C
selama 1-2 detik
4. Penggunaan
suhu rendah
Pada suhu 00C atau lebih rendah maka
pertumbuhan atau aktivitas metabolik mikroba tidak terjadi dalam jangka waktu
yang lama. Adanya peralatan seperti lemari pendingin dan kamar pendingin
memudahkan manusia dalam mengontrol jumlah mikroba. Sebelum dibekukan, pada
umumnya hasil bumi dipanaskan terlebih dahulu menggunakan uap untuk
menginaktifkan enzim yang dapat mengubah produk tersebut sekalipun pada suhu
rendah. Beberapa produk yang tidak membutuhkan perlakuan demikian adalah cabai,
bawang dan buah-buahan. Metode yang dianggap paling efektif adalah pembekuan
dibawah 32 0C karena kristal es yang terbentuk berukuran kecil dan
struktur sel dalam makanan tidak rusak.
Jumlah dan tipe mikroba yang hidup atau mati yang
terdapat pada makanan beku, mencerminkan tingkat pencemaran produk mentahnya,
sanitasi pabrik pengolahannya serta kecepatan dan ketelitian pengolahannya.
Pada umumnya jumlah mikroba makanan beku akan berkurang selama penyimpanan,
tetapi banyak mikroba patogen seperti spesies Salmonella dapat bertahan hidup lama pada suhu -90C
sampai -170C. Beberapa jenis
mikroba pangan seperti Clostridium
botulinum tipe A dan B, Staphylococcus
aureus dan Salmonella dapat
dicegah pertumbuhannya pada suhu 5,50C atau lebih rendah
5. Dehidrasi
Dehidrasi
berarti penghilangan air. Proses ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan
sinar matahari, pemanasan, penggunaan gula atau garam berkonsentrasi tinggi.
a. Pengawetan
dengan cara dehidrasi
Pengawetan dengan cara
ini dapat mengawetkan bahan makanan namun tidak membunuh/menghambat pertumbuhan
mikroba. Pertumbuhan mikroba dapat dicegah dengan mengurangi kelembaban
lingkungannya sampai pada titik kritis. Titik kritis ditentukan oleh ciri
mikroba yang bersangkutan dan kapasitas bahan pangan untuk mengikat air
b. Pengawetan
dengan cara meningkatkan tekanan osmotik
Apabila suatu sel
dimasukkan ke dalam larutan yang
mengandung gula/garam berkonsentrasi tinggi maka air yang terdapat di dalam sel
akan tertarik keluar. Akibatnya sel mengalami dehidrasi, metabolisme terhambat
dan proses pertumbuhan mikroba terhenti. Bahan pangan yang sering menggunakan
cara ini adalah jeli dan selai, dimana pangan ini diawetkan menggunakan gula
sehingga tidak ditemukan adanya mikroba yang tinggi, begitu juga daging atau
makanan lain yang diawetkan dalam larutan garam. Tekanan osmotik yang tinggi
dapat menghambat pertumbuhan mikroba, tetapi tidak dapat diandalkan untuk
mematikan mikroba.
6. Penggunaan
bahan kimia
Menurut undang-undang “United States Food Drug and Cosmetic Act” bahwa bahan makanan
dianggap dipalsukan apabila ditambahkan dengan substansi yang sifatnya beracun
atau merusak sehingga menyebabkan makanan tersebut berbahaya bagi kesehatan.
Beberapa jenis bahan kimia yang dapat digunakan dalam pengawetan bahan pangan
yaitu asam benzoat, sorbat, asetat, laktat dan propionat. Asam sorbat dan
propionat digunakan untuk menghambat pertumbuhan kapang pada roti, nitrat dan nitrit yang digunakan
dalam pengawetan daging bersifat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri
anaerobik terutama Clostridium botulinum.
Bahan makanan yang difermentasi seperti asinan, acar
dan slage (makanan ternak yang difermentasi) menjadi awet karena adanya
asam-asam asetat, laktat dan propionat yang dihasilkan oleh mikroba selama
proses fermentasi
7. Radiasi
Radiasi
merupakan cara pengawetan yang membawa perubahan radikal pada bahan pangan. Sinar yang sering digunakan
adalah sinar UV dan sinar gamma. Sinar UV digunakan untuk menginaktifkan
mikroba terutama kapang yang terdapat dalam udara ruang penyimpanan serta ruang
pengemasan perusahaan roti, kue dan daging. Irradiasi pada daging yang
digantung (untuk pemeraman dan supaya empuk) dapat mengurangi pertumbuhan
mikroba pada permukaan daging. Selain itu irradiasi dapat mengurangi waktu
pemeraman dari beberapa minggu pada suhu 2,2 – 330C menjadi 2-3 hari
pada suhu 180C.
Penggunaan
sinar gamma yang dipancarkan dari kobalt radioaktif mampu mensterilkan berbagai
macam bahan termasuk makanan yang sudah dikemas. Namun dibalik kemampuannya
ternyata sinar gamma dapat berpengaruh terhadap rasa, bau, aroma, warna,
tekstur dan mutu gizi pangan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar