Kamis, 09 Januari 2014

PENGENDALIAN MIKROBA PANGAN

BAB VI
PENGENDALIAN MIKROORGANISME



            Salah satu cara untuk mencegah kerusakan pada bahan pangan adalah proses pengawetan. Proses ini meliputi pengawetan konvensional (meliputi  pengasinan, pengeringan dan pengasapan) dan pengawetan secara modern. Berikut akan dipaparkan mengenai metode-metode pengawetan pada  bahan pangan
1.      Penanganan aseptik
Tujuan penanganan aseptik terhadap mikroba pada bahan makanan adalah mengurangi terjadinya kerusakan makanan, memudahkan dalam hal pengawetan pangan dan memperkecil adanya mikroba patogen. Pada bahan terdapat barier alami terhadap mikroba pencemar yaitu kulit telur, kulit buah dan sayuran, kulit jagung, kulit dan lemak pada daging. Proses pengemasan, pengalengan makanan yang telah diolah dan pelaksanaan metode yang memenuhi syarat kebersihan dalam menangani bahan pangan merupakan contoh penanganan aseptik
2.      Penghilangan mikroorganisme
Penggunaan filter bakteriologik steril dapat digunakan untuk menjernihkan zat alir serta menghilangkan mikroba. Metode ini umumnya digunakan pada bir, makanan berlemak, sari buah anggur dan bir
3.      Penggunaan suhu tinggi
Penggunaan suhu tinggi merupakan salah satu metode pengawetan yang paling aman dan dapat diandalkan. Panas digunakan secara luas untuk menghilangkan mikroba yang terdapat dalam kaleng, botol atau wadah lain.
a.         Pengalengan
Pengalengan merupakan metode dasar sterilisasi bahan pangan. Bahan yang umum dipakai adalah timah
b.         Uap bertekanan
Penggunaan uap bertekanan misalnya pada “pressure cooker” menghasilkan suhu di atas 1000C. Ini merupakan metode yang paling efektif, karena dapat mematikan semua sel vegetatif dan spora. Pengawetan pangan menggunakan panas membutuhkan pengetahuan tentang banyak hal hal seperti resistensi mikroba dan spora terhadap panas. Juga perlu dipertimbangkan laju penembusan panas ke dalam bahan makanan yang mempunyai konsistensi yang berbeda beda dan ukuran wadah tempat bahan pangan itu dikemas. Mikroba patogen yang sangat berbahaya yang harus dihilangkan pada prose pengalengan adalah Clostridium botulinum
c.         Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan proses pemanasan partikel susu atau produk olahan susu sampai pada suhu 62,80C dan dipertahankan selama kurang lebih 30 menit atau sampai pada suhu 71.70C dan dipertahankan selama 15 detik. Dua metode yang sering digunakan adalah metode suhu rendah (low temperature holding) dan metode suhu tinggi waktu singkat (high temperature short time atau HTST). Metode suhu rendah merupakan pasteurisasi tong dimana susu dipanaskan sampai pada suhu 62,80C dan dipertahankan selama kurang lebih 30 menit didalam peralatan yang dirancang khusus. Metode HTST menggunakan pemanasan pada suhu 71.70C dan dipertahankan selama 15 detik. Produk yang telah diproses harus disimpan pada suhu rendah untuk mencegah kontaminasi mikroba. Contoh bahan pangan yang dapat dipasteurisasi adalah sari buah, cuka dan bir
d.   Sterilisasi susu
Untuk menghasilkan produk susu yang steril dan mampu bertahan lama makan susu dipanaskan pada suhu ultratinggi dalam waktu yang sangat singkat, seperti suhu 148,90C selama 1-2 detik
4.      Penggunaan suhu rendah
Pada suhu 00C atau lebih rendah maka pertumbuhan atau aktivitas metabolik mikroba tidak terjadi dalam jangka waktu yang lama. Adanya peralatan seperti lemari pendingin dan kamar pendingin memudahkan manusia dalam mengontrol jumlah mikroba. Sebelum dibekukan, pada umumnya hasil bumi dipanaskan terlebih dahulu menggunakan uap untuk menginaktifkan enzim yang dapat mengubah produk tersebut sekalipun pada suhu rendah. Beberapa produk yang tidak membutuhkan perlakuan demikian adalah cabai, bawang dan buah-buahan. Metode yang dianggap paling efektif adalah pembekuan dibawah 32 0C karena kristal es yang terbentuk berukuran kecil dan struktur sel dalam makanan tidak rusak.
Jumlah dan tipe mikroba yang hidup atau mati yang terdapat pada makanan beku, mencerminkan tingkat pencemaran produk mentahnya, sanitasi pabrik pengolahannya serta kecepatan dan ketelitian pengolahannya. Pada umumnya jumlah mikroba makanan beku akan berkurang selama penyimpanan, tetapi banyak mikroba patogen seperti spesies Salmonella dapat bertahan hidup lama pada suhu -90C sampai  -170C. Beberapa jenis mikroba pangan seperti Clostridium botulinum tipe A dan B, Staphylococcus aureus dan Salmonella dapat dicegah pertumbuhannya pada suhu 5,50C atau lebih rendah
5.      Dehidrasi
Dehidrasi berarti penghilangan air. Proses ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan sinar matahari, pemanasan, penggunaan gula atau garam berkonsentrasi tinggi.
a.       Pengawetan dengan cara dehidrasi
Pengawetan dengan cara ini dapat mengawetkan bahan makanan namun tidak membunuh/menghambat pertumbuhan mikroba. Pertumbuhan mikroba dapat dicegah dengan mengurangi kelembaban lingkungannya sampai pada titik kritis. Titik kritis ditentukan oleh ciri mikroba yang bersangkutan dan kapasitas bahan pangan untuk mengikat air
b.      Pengawetan dengan cara meningkatkan tekanan osmotik
Apabila suatu sel dimasukkan  ke dalam larutan yang mengandung gula/garam berkonsentrasi tinggi maka air yang terdapat di dalam sel akan tertarik keluar. Akibatnya sel mengalami dehidrasi, metabolisme terhambat dan proses pertumbuhan mikroba terhenti. Bahan pangan yang sering menggunakan cara ini adalah jeli dan selai, dimana pangan ini diawetkan menggunakan gula sehingga tidak ditemukan adanya mikroba yang tinggi, begitu juga daging atau makanan lain yang diawetkan dalam larutan garam. Tekanan osmotik yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan mikroba, tetapi tidak dapat diandalkan untuk mematikan mikroba.
6.      Penggunaan bahan kimia
Menurut undang-undang “United States Food Drug and Cosmetic Act” bahwa bahan makanan dianggap dipalsukan apabila ditambahkan dengan substansi yang sifatnya beracun atau merusak sehingga menyebabkan makanan tersebut berbahaya bagi kesehatan. Beberapa jenis bahan kimia yang dapat digunakan dalam pengawetan bahan pangan yaitu asam benzoat, sorbat, asetat, laktat dan propionat. Asam sorbat dan propionat digunakan untuk menghambat pertumbuhan kapang  pada roti, nitrat dan nitrit yang digunakan dalam pengawetan daging bersifat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri anaerobik terutama Clostridium botulinum.
Bahan makanan yang difermentasi seperti asinan, acar dan slage (makanan ternak yang difermentasi) menjadi awet karena adanya asam-asam asetat, laktat dan propionat yang dihasilkan oleh mikroba selama proses fermentasi
7.      Radiasi
       Radiasi merupakan cara pengawetan yang membawa perubahan radikal pada  bahan pangan. Sinar yang sering digunakan adalah sinar UV dan sinar gamma. Sinar UV digunakan untuk menginaktifkan mikroba terutama kapang yang terdapat dalam udara ruang penyimpanan serta ruang pengemasan perusahaan roti, kue dan daging. Irradiasi pada daging yang digantung (untuk pemeraman dan supaya empuk) dapat mengurangi pertumbuhan mikroba pada permukaan daging. Selain itu irradiasi dapat mengurangi waktu pemeraman dari beberapa minggu pada suhu 2,2 – 330C menjadi 2-3 hari pada suhu 180C.
       Penggunaan sinar gamma yang dipancarkan dari kobalt radioaktif mampu mensterilkan berbagai macam bahan termasuk makanan yang sudah dikemas. Namun dibalik kemampuannya ternyata sinar gamma dapat berpengaruh terhadap rasa, bau, aroma, warna, tekstur dan mutu gizi pangan