Pernah Anda mendengar mitos seperti hindari makan daging yang dibakar karena akan membuat Anda semakin dekat dengan kanker? Atau kurangi makan telur, makanan protein tinggi hanya akan membuat ginjal jadi bermasalah, atau sebenarnya kentang kurang baik untuk kesehatan kita?
Dari apa yang kita dengar, sering kali akan ada orang lain yang membantah dengan fakta lain lagi yang akan semakin membuat kita bingung, misalnya mengenai mengenai kentang, yang dikatakan bisa membuat kita malah jadi lebih gampang gemuk, sementara ada orang yang mengatakan kentang malah bisa membantu kita jadi lebih kurus?
Sebenarnya mana sih yang benar? Terkadang keduanya sama benar, hanya saja, ada syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sebelum kondisi yang dicari atau dihindari tadi dapat terjadi. Makanya, mari kita amati bersama kondisi yang benar seperti apa sih?
Mitos Pertama: Makanan Protein Tinggi Berbahaya Bagi Ginjal
Apa sih penyebab mitos ini?
Pada 1983, para peneliti menemukan bahwa dengan mengkonsumsi lebih banyak protein akan membuat GFR atau "Glomerural Filtratoin Rate" alias kecepatan penyaringan darah dalam ginjal meningkat. Penemuan ini, menurut para peneliti, mengatakan bahwa ginjal Anda berada dalam kondisi
bekerja keras, dan akibatnya ginjal akan tertekan.
Tapi.. Apa benar?
Hampir dua dekade lalu, seorang peneliti dari Belanda menemukan bahwa memang makanan dengan kadar protein tinggi akan meningkatkan GFR, tapi bukan berarti mengganggu efek kerja ginjal atau membebani ginjal. Bahkan pada kenyataannya, tidak ada penelitian yang mengaitkan tingginya konsumsi protein (bahkan sampai 2,5 gram per kg berat badan) dengan gangguan pada kesehatan ginjal
Jadi, Seperti Apa?
Intinya, arahkan kadar protein sesuai dengan target berat badan anda. Misalnya, berat badan Anda 100Kg, dan ingin turun ke 90kg, maka atur agar asupan protein Anda adalah 180 gram (dua kali target berat badan, dibagi 1000). Tapi jika misalnya berat badan Anda 75 kg, dan Anda ingin mendapat berat badan 90 kg, maka usahakan agar asupan protein anda juga 180 gram!
Mitos Kedua: Ubi Jalar Lebih Baik Daripada Kentang!
Apa sih penyebab mitos ini?
Masalahnya adalah orang Amerika lebih banyak memakan kentang yang sudah diproses, misalnya: kentang goreng, atau keripik kentang, dan konsumsi kentang akhirnya dihubungkan dengan kegemukan dan peningkatan resiko diabetes. Sementara ubi jalar, yang biasanya dimakan utuh, dipuja sebagai makanan kaya gizi dan memiliki indeks glikemik yang lebih rendah daripada kentang!
Tapi.. Apa benar?
Kentang dan Ubi ternyata memiliki kadar nutrisi yang jika dibandingkan, malah akan saling melengkapi. Misalnya, ubi jalar kaya serat dan Vitamin A, tapi kentang mengandung mineral penting seperti zat besi, magnesium dan kalium yang tinggi. Sedangkan jika berbicara mengenai indeks glikemik, ubi memang lebih rendah, tapi biasanya, kentang dimakan dengan dengan topping seperti keju, krim masam, atau mentega. Semua topping ini mengandung lemak, yang pada ujungnya akan menekan indeks glikemik
Jadi, Seperti Apa?
Bukan berarti ubi jalar lebih baik, yang penting, bentuk kentang yang anda konsumsi itu seperti apa, apakah anda memilih kentang bakar utuh? Atau malah kentang yang sudah diproses seperti keripik kentang atau kentang goreng, yang terbukti buruk?
Mitos Ketiga: Daging Merah Penyebab Kanker
Apa sih penyebab mitos ini?
Pada suatu penelitian di tahun 1986, peneliti dari Jepang menemukan bahwa tikus yang diberi makan "amina heterosiklik", senyawa yang muncul ketika daging dimasak terlalu matang pada suhu tinggi, memiliki pertumbuhan sel kanker. Semenjak saat itu, berbagai studi bermunculan mengenai kemungkinan adanya hubungan antara daging dan kanker.
Tapi.. Apa benar?
Sebenarnya tidak ada penelitian yang menunjukkan adanya hubungan langsung antara konsumsi daging merah dan kanker. Studi yang ada sebenarnya masih jauh dari kata valid, karena data yang diambil hanya menunjukkan adanya kecenderungan pola makan seseorang, dan kondisi kesehatan yang muncul akibat pola makan tadi. Tidak sesederhana itu untuk mengambil kesimpulan yang ada secara langsung.
jadi ...
Jangan takut memanggang, atau makan sate, burger atau steak! Apalagi sampai memaksakan diri tidak makan daging sama sekali. Masih aman, cukup buang saja bagian-bagian yang gosong di sate atau burger atau steak Anda, sebelum Anda makan
Mitos Keempat: Garam Menyebabkan Tekanan Darah Tinggi
Apa sih penyebab mitos ini?
Pada 1940, peneliti dari Duke University, bernama Walter Kempner, M.D., menjadi terkenal karena keberhasilan dalam merawat pasien darah tinggi dengan mengurangi kadar garam dalam makanannya. Sehingga disimpulkan bahwa dengan mengurangi garam, tekanan darah tinggi bisa berkurang.
Apa benar?
Penemuan dan penelitian ulang besar-besaran yang belakangan dilakukan malah menunjukkan bahwa sebenarnya tidak ada alasan bagi orang dengan tekanan darah normal untuk menahan asupan natrium mereka. Sedangkan jika Anda memiliki tekanan darah tinggi, kemungkinan besar, Anda adalah orang dengan sensitifitas ekstra terhadap garam. Sebagai hasilnya, jika mengurangi garam, maka penderita darah tinggi akan lebih terbantu!
Selama 20 tahun belakangan, penderita darah tinggi tidak harus menurunkan konsumsi garam, hanya mengganti garam dengan bahan makanan yang mengandung banyak kalium. Mengapa? karena sebenarnya keseimbangan antara kedua mineral itulah yang lebih penting. Bahkan seorang peneliti dari Belanda berhasil meneliti bahwa konsumsi kalium yang rendah, memiliki efek yang sama seperti dampak konsumsi garam yang tinggi.
Jadi ...
Intinya, coba ubah konsumsi Anda ke makanan tinggi kalium, yang dapat Anda capai dengan memakan banyak sayuran, buah dan kacang-kacangan. Misalnya bayam, brokoli, pisang, kentang dan sebagian besar kacang-kacangan seperti tempe atau kedelai yang mengandung kalium tinggi! (menshealth)
"wahai para pnuntut ilmu, berhati2lah kalian terhadap DUNIA dan berhati2lah kalian terhadap cinta kpadanya dan berhati2 pula dari ketergantungan hatimu padanya, karena tidak akan bertemu dalam hati seseorang antara cinta pada ilmu dan cinta pada dunia. apabila cinta pada dunia lebih menguasai dirimu, niscaya kamu akan meninggalkan ilmu dan kamu akan menyia2kan hidupmu" (Syaikh Muh. Bin Abd Wahab)
Jumat, 29 Oktober 2010
penyakit maag dan BROKOLI
Mengonsumsi brokoli setiap hari bisa menekan risiko penyakit maag, infeksi lambung, bahkan kanker! Beragam penelitian tentang brokoli mengungkapkan bahwa kandungan antioksidan dalam brokoli sangat besar, sehingga mampu menekan risiko kanker.
Namun penelitian terbaru dan lebih spesifik mampu memberikan gambaran kemampuan brokoli dalam menekan risiko beragam gangguan perncernaan seperti maag, infeksi lambung, dan kemungkinan kanker perut.
Dalam sebuah studi di Jepang, para ahli mendapati fakta bahwa mengonsumsi 70 gram brokoli segar setiap hari selama dua bulan dapat melindungi tubuh manusia dari bakteri perut yang terkait penyakit maag, infeksi lambung, bahkan kanker perut.
Kandungan sulforaphane yang ada dalam brokoli dapat memicu enzim dalam perut, sehingga memberikan perlindungan terhadap senyawa radikal yang dapat merusak DNA dan menyebabkan peradangan.
Sulforaphane dalam brokoli juga diketahui mampu meningkatkan produksi enzim fase II di hati. Enzim ini berperan menggandeng bahan-bahan karsinogen yang dihasilkan dari senyawa prokarsinogen dan mengeluarkannya dari sel. Perlu diketahui, kandungan sulforaphane dalam kecambah brokoli segar lebih tinggi daripada brokoli yang sudah direbus terlalu matang.
Tips: Pilihlah brokoli yang berwarna hijau gelap. Selain dimakan langsung sebagai lalapan, brokoli juga bisa dicampur sayuran dan buah lain untuk salad. Atau pilihan lainnya, Anda bisa mengonsumsi brokoli dalam bentuk jus.
Namun penelitian terbaru dan lebih spesifik mampu memberikan gambaran kemampuan brokoli dalam menekan risiko beragam gangguan perncernaan seperti maag, infeksi lambung, dan kemungkinan kanker perut.
Dalam sebuah studi di Jepang, para ahli mendapati fakta bahwa mengonsumsi 70 gram brokoli segar setiap hari selama dua bulan dapat melindungi tubuh manusia dari bakteri perut yang terkait penyakit maag, infeksi lambung, bahkan kanker perut.
Kandungan sulforaphane yang ada dalam brokoli dapat memicu enzim dalam perut, sehingga memberikan perlindungan terhadap senyawa radikal yang dapat merusak DNA dan menyebabkan peradangan.
Sulforaphane dalam brokoli juga diketahui mampu meningkatkan produksi enzim fase II di hati. Enzim ini berperan menggandeng bahan-bahan karsinogen yang dihasilkan dari senyawa prokarsinogen dan mengeluarkannya dari sel. Perlu diketahui, kandungan sulforaphane dalam kecambah brokoli segar lebih tinggi daripada brokoli yang sudah direbus terlalu matang.
Tips: Pilihlah brokoli yang berwarna hijau gelap. Selain dimakan langsung sebagai lalapan, brokoli juga bisa dicampur sayuran dan buah lain untuk salad. Atau pilihan lainnya, Anda bisa mengonsumsi brokoli dalam bentuk jus.
Sabtu, 25 September 2010
sekelumit ilmu hari ini
"wahai para pnuntut ilmu, berhati2lah kalian terhadap DUNIA dan berhati2lah kalian terhadap cinta kpadanya dan berhati2 pula dari ketergantungan hatimu padanya, karena tidak akan bertemu dalam hati seseorang antara cinta pada ilmu dan cinta pada dunia. apabila cinta pada dunia lebih menguasai dirimu, niscaya kamu akan meninggalkan ilmu dan kamu akan menyia2kan hidupmu" (Syaikh Muh. Bin Abd Wahab)
Langganan:
Postingan (Atom)